Ada yang membuatku yakin aku harus berubah. Dua minggu lagi
aku akan dikenalkan dengan orang tuanya Raga. Bahkan seminggu ini aku tidak
nafsu makan, aku terus berpikir. Aku mengingat kejadian yang ditimpa oleh
temanku, postur temanku itu sama sepertiku lalu ia dikenalkan dengan orang tua
pacarnya lalu besoknya pacarnya mengatakan kepada temanku kalau orang tuanya
tidak menyukainya. Saat temanku bercerita kepadaku, sebenarnya aku tahu mengapa
bisa terjadi seperti itu tapi aku tidak ingin melukai hatinya. Aku takut kejadian
temanku itu menimpa diriku juga, aku benar benar takut aku akan kehilangan Raga.
Aku sangat menyayanginya walaupun aku tidak pernah menunjukan kepadanya .
Raga adalah teman SD dan SMPku dulu dan kami bertemu lagi di
kampus, ternyata kita satu kelas. Kami sama-sama mengambil kelas malam karena
siangnya kami bekerja. Raga berbeda dari Raga yang ku kenal dulu, dia tampak
lebih dewasa. Dulu kami masih sering saling mengejek tapi sekarang tidak. Aku
sangat ingat dulu dimana kami saling mengejek lalu tertawa lepas.
Saat dia bilang dia ingin menjalin hubungan denganku, aku
tidak percaya. Bagaimana bisa? Aku tidak
percaya kalau Raga sebenarnya sudah menaruh hati padaku sejak dulu dan itu
alasannya mengapa ia tidak pacaran. Yaa, yang aku tahu dia tidak pernah pacaran
walaupun banyak perempuan yang mendekatinya. Kami tidak seperti orang pacaran lainyya. Dia
bilang kita tidak perlu melakukan sesuatu seperti mereka.
“Kalau kau percaya padaku, tunggu aku sampai aku merasa
yakin dan sanggup lalu aku akan melamarmu.” Tegas Raga.
Walaupun hanya lewat sms, tapi aku sangat yakin kalau Raga
serius denganku. Raga bukan tipe pria yang suka main-main dengan perkataannya.
“Tapi kau jangan berharap
padaku, aku hanyalah manusia biasa yang suatu saat nanti mungkin saja
bisa membuatmu kecewa. Kau tentu tahu kau hanya boleh berharap kepada Allah.”
Raga selalu mengingatkanku.
Aku ingin berubah, aku kuatkan tekatku. Walaupun waktu yang
tersisa hanya tinggal dua minggu tapi aku harus melakukannya. Aku tidak ingin
membuat orang tua Raga kecewa setelah melihatku. Aku mencari informasi
bagaimana cara menurutkan berat badan dalam waktu singkat. Aku sangat tersiksa,
aku hanya makan kentang atau labu rebus saja dan air putihlah yang selalu
menemaniku. Hanya ada satu dipikiranku “Aku harus berubah”.
Sehari sebelum pertemuan dengan orang tuanya, aku sudah
ambruk. Aku sudah tidak kuat lagi, pandanganku tiba-tiba gelap dan aku tidak
bisa bertumpu dengan kakiku. Aku sudah tidak tau lagi apa yang terjadi padaku,
aku bisa mendengar orang sekitarku cemas dengan keadaanku terutama Ibuku.
Saat mataku terbuka, aku tahu aku dimana. Aku ada di rumah
sakit, semua menghabur ke arahku menanyakan keadaanku. Raga terlihat sangat
dingin sekali, apa dia marah padaku? Ada
dua orang setengah baya di samping orang tuaku. Aku tahu itu orang tuanya Raga,
aku sangat hafal wajah Ibunya Raga. Mereka tersenyum ramah kepadaku kemudian
wanita setengah baya itu mengelus-ngelus kepalaku dengan lembut. Aku ingin
bangun untuk menjabat tangan mereka tapi kepalaku masih pusing. Aku tidak boleh
banyak bergerak. Kemudian orang tuaku dan orang tua Raga keluar dari kamarku,
tinggal Raga yang ada di dalam kamarku. Dia mengambil kursi dan duduk tidak
jauh dariku.
“Maafkan aku. Kalau saja aku tidak masuk rumah sakit aku
yang akan menghampiri orang tuamu, bukan mereka yang menghampiriku. Maafkan
aku.” Sesalku.
“Buat apa kau tidak makan selama dua minggu?” Pertanyaan
dari Raga sangat tegas sekali tapi masih terdengar lembut di telingaku.
“Aku tidak nafsu makan, aku terus terpikir pertemuanku
dengan orang tuamu. Kau tahu ini pertama kalinya aku bertemu orang tuamu
walaupun aku kenal Ibumu tapi ini beda.” Aku terpaksa berbohong sedikit, aku
tidak ingin Raga tahu kalau yang aku lakukan ini memang disengaja.
“Asal kau tahu, Ra dari awal aku jatuh hati padamu bukan
karena kau cantik ataupun apalah. Karena bisa saja suatu saat kalau kau tidak
cantik lagi atau tidak seperti apa yang ku inginkan, aku bisa saja
meninggalkanmu. Tapi aku tidak seperti itu, apapun yang aku lakukan semua
karena Allah. Kau mengerti?” Raga sepertinya tahu kalau aku berbohong. Dia
memang selalu mengerti diriku.
“Iya aku tahu aku salah, maafkan aku.” Aku mengerti kalau pikiranku ternyata masih
sempit. Mengapa aku bisa merasa takut yang tidak beralasan? Tentunya jika aku
serahkan semuanya kepada Allah, aku tidak perlu takut lagi karena Allah tahu
mana yang terbaik untuk umatnya. Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan
bukan apa yang kita mau. Aku tidak perlu takut akan kehilangan Raga karena
kalau memang Raga adalah jodohku tentunya sejauh apapun dan selama apapun kita
tidak bertemu kita akan tetap dipersatukan.
***sumber