Firaun ini adalah Raja Mesir Tutankhamum yang menjadi Firaun pada usia 10 tahun di 1333 SM dan memerintah selama 9 tahun. Ketika makamnya ditemukan arkeolog Inggris, Howard Carter pada tahun 1922, Raja Tut dikenal sebagai anak emas karena makam dan topeng yang menutupi wajahnya terbuat dari emas.
Berabad-abad para sejarahwan berspekulasi bahwa Raja Tut dibunuh akibat perebutan kekuasaan. Raja Tut sebelumnya diduga meninggal akibat berperang, yang dianggap cara meninggal yang indah buat seorang raja.
Tapi dugaan itu keliru setelah keluar hasil studi yang dilakukan oleh Zahi Hawass dan rekannya dari Cairo’s Supreme Council of Antiquities. Laporan ini juga dipublikasikan dalam Journal of the American Medical Association.
Berdasarkan tes DNA dan CT-scan terhadap 16 mumi termasuk Tutankhamum dan sanak keluarganya, Raja Tut ternyata meninggal karena komplikasi dari patah kaki yang dialaminya dan diperburuk dengan penyakit malaria serta kondisi kaki yang buruk sejak lahir.
Sebenarnya pemeriksaan CT scan yang dilakukan tahun 2005 menunjukkan penyebab kematiannya bukanlah dibunuh. Kini studi baru menunjukkan raja Mesir ini memiliki kondisi kaki yang buruk sejak lahir yang belum teridentifikasi sebelumnya. Hal ini terkait dengan penemuan 130 tongkat di dalam makam Tut, beberapa tongkat menunjukkan bahwa barang tersebut digunakan seumur hidup oleh raja.
Sementara saat meninggal, kondisi Raja Tut sangat lemah oleh penyakit bawaan dan komplikasi dari patah tulang yang diperparah oleh serangan malaria berat. Hal ini berdasarkan temuan DNA parasit malaria sebagai bukti genetik tertua malaria di mumi.
“Patah tulang kaki yang terjadi secara tiba-tiba akan menghasilkan kondisi yang mengancam jiwa bila ditambah dengan infeksi malaria. Tutankhamum memiliki banyak gangguan. Dia mungkin dibayangkan sebagai seorang raja muda, tapi ternyata seorang yang lemah dan membutuhkan tongkat untuk berjalan,” kesimpulan artikel jurnal seperti dikutip dari CBC.
Penemuan kondisi tulang Raja Tut yang buruk karena bawaan sejak kecil ini, menyangkal spekulasi sebelumnya bahwa Tut dan sanak saudaranya menderita kelainan langka yang mengakibatkan sifat feminin dan bentuk tulang yang aneh seperti sindrom Marfan. Sindrom ini adalah kelainan pada jaringan ikat yang dapat mengakibatkan tungkai memanjang.
Spekulasi ini timbul akibat gaya artistik dari patung-patung di masa kerajaan yang menunjukkan laki-laki dengan payudara menonjol, kepala memanjang dan pinggul yang feminin.
“Representasi sifat feminin Tutankhamum dan Akhenaten (ayahnya) sudah lama menjadi teka-teki bagi para Egyptologists. Tapi hasil studi baru menyelesaikan kontroversi ini dan menunjukkan bahwa hal tersebut hanyalah sebuah simbolis,” ujar Mary-Ann Pouls Wegner, profesor arkeolog Mesir dari University of Toronto.
Pouls Wegner mengungkapkan bahwa Tut memiliki kondisi kaki buruk sejak lahir yang belum teridentifikasi sebelumnya. Temuan terbaru lain menunjukkan Tut memiliki bentuk ringan scoliosis (lengkungan abnormal pada tulang belakang) dan penyakit Kohler (kondisi kurangnya aliran darah secara perlahan-lahan hingga menghancurkan tulang kaki kirinya).
“Penemuan medis terbaru memperlihatkan bahwa sesuatu dari masa lalu yang dianggap misterius sebenarnya dapat memberikan pengetahuan baru bagi kita sekarang,” ujar Matius Teitelbaum, direktur Art Gallery of Ontario di Toronto.