Bagaimana
membuat piramida, berapa lama waktu untuk menyelesaikannya, dan berapa
banyak orang yang mengerjakannya? Sejak lama para pakar masih belum
bisa memberikan jawaban memuaskan.
Misteri Piramida Mesir
Banyak
pakar menduga piramida dibangun dari bagian bawah terus ke atas.
Tangga naik, untuk meletakkan batu-batu di atasnya, menggunakan
punggung bukit. Setelah bagian tertinggi rampung, maka bukit tersebut dipangkas habis. Dengan demikian yang tersisa hanyalah piramida.
Yang
masih sukar diperkirakan adalah bagaimana membawa batu seberat dua ton
ke atas. Kalau dengan kerekan, berapa besar kerekannya? Kalau dengan
batang pohon, bagaimana menggelindingkan batu yang demikian berat itu?
Masalahnya, salah perhitungan sedikit saja, nyawa terancam melayang. lni
karena bentuk piramida Mesir sangat landai, tidak berundak sebagaimana
piramida Amerika Selatan.
Ditafsirkan,
piramida dikerjakan selama berpuluh-puluh tahun. Bahan bangunan
kemungkinan besar berasal dari sepanjang sungai Nil dan daerah-daerah
di sekitar tempat piramida berdiri.
Beberapa tahun lalu pakar-pakar Jepang, Prancis,
dan negara-negara maju pemah melakukan eksperimen untuk membuat
piramida tiruan. Mereka menggunakan alat-alat berat dan alat-alat
modern, termasuk helikopter sebagai alat pengangkut batu. Pada tahap
pertama. mereka mengawalinya dari bagian bawah. Ternyata pembangunan
piramida tidak rampung. Begitu pula ketika dimulai dari bagian atas.
Mengapa
teknologi masa kini tidak mampu menyaingi teknologi purba? Benarkah
pekerja-pekerja Mesir dulu dibantu tenaga gaib para jin dan dewa
sehingga berhasil mendirikan bangunan supermonumental itu?
Piramida
Mesir tidak dibuat sembarangan. Ada kaidah-kaidah tertentu yang harus
ditaati. Pada bagian atas piramida terdapat sebuah lubang. Lubang ini
menghadap ke arah matahari terbit. Hal ini tentu dimaklumi karena bangsa
Mesir purba menganggap dewa Ra (Matahari) sebagai dewa tertinggi.
Yang unit adalah The Great Pyramid Giza, memiliki ukuran, posisi, yang 100% identik dengan rasi bintang Orion.
Menurut
bangsa Mesir kuno, sabuk Orion merupakan tempat Dewa Osiris
bersemayam. Yang jelas bukti The Great Pyramid diatas menunjukkan bahwa
4.600 tahun yang lalu, seseorang, entah siapa, mengenal dengan teramat
baik pengetahuan tentang bumi dan jagat raya. Bahkan melebihi dengan
pengetahuan dunia modern saat ini.
Misteri Candi Borobudur
Di Indonesia juga ada bangunan raksasa yang masih banyak misteri tak terpecahkan. Yaitu Candi Borobudur.
Menurut
sejarah Candi Borobudur dibangun oleh Raja Smaratungga salah satu raja
kerajaan Mataram kuno dari dinasti Syailendra pada abad ke-8. Menurut
legenda Candi Borobudur dibangun oleh seorang arsitek bernama
Gunadharma, namun kebenaran berita tersebut secara hirtoris belum
diketahui secara pasti.
Kalau
kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan
bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda
dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko
Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida
Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah
dan negara manapun.
Sedangkan
ketika dilihat dari udara, bentuk Candi Borobudur mirip dengan
teratai. Teratai memang salah satu dari simbol-simbol yang dipakai
dalam penghormatan (puja) agama Buddha, melambangkan kesucian,
mengingatkan umat Buddha untuk senantiasa menjaga pikiran dan hati
tetap bersih meski berada di lingkungan yang ‘tidak bersih’
Tahun 1930-an
W.O.J. Nieuwenkamp pernah memberikan khayalan ilmiah terhadap Candi
Borobudur. Didukung penelitian geologi, Nieuwenkamp mengatakan bahwa
Candi Borobudur bukannya dimaksud sebagai bangunan stupa melainkan
sebagai bunga teratai yang mengapung di atas danau. Danau yang sekarang
sudah kering sama sekali, dulu meliputi sebagian dari daerah dataran
Kedu yang terhampar di sekitar bukit Borobudur. Foto udara daerah Kedu
memang memberi kesan adanya danau yang amat luas di sekeliling Candi
Borobudur.
Menurut
kitab-kitab kuno, sebuah candi didirikan di sekitar tempat
bercengkeramanya para dewa. Puncak dan lereng bukit, daerah kegiatan
gunung berapi, dataran tinggi, tepian sungai dan danau, dan pertemuan
dua sungai dianggap menjadi lokasi yang baik untuk pendirian sebuah
candi.
Yang menarik dari Candi Borobudur adalah nama arsiteknya, yang bernama Gunadharma. Tapi siapakah Gunadharma?
Tidak ada catatan sejarah mengenai tokoh bernama Gunadharma ini. Diperkirakan Gunadharma merupakan simbol dari nama seseorang yang punya intelektual luar biasa. Ada anggapan bahwa Candi Borobudur dibangun dengan bantuan ‘makhluk lain’.
Bahan
dasar penyusun Candi Borobudur adalah batuan yang mencapai ribuan
meter kubik jumlahnya. Sebuah batu beratnya ratusan kilogram. Hebatnya,
untuk merekatkan batu tidak digunakan semen. Antarbatu hanya saling
dikaitkan, yakni batu atas-bawah, kiri-kanan, dan belakang-depan. Bila
dilihat dari udara, maka bentuk Candi Borobudur dan arca-arcanya
relatif simetris. Kehebatan lain, di dekat Candi Borobudur terdapat
Candi Mendut dan Candi Pawon. Ternyata Borobudur, Mendut, dan Pawon
jika ditarik garis khayat, berada dalam satu garis lurus.
Maka
tidak heran ada legenda yang mengatakan orang zaman dulu menguasai
ilmu sihir sehingga bisa terbang melayang di angkasa. Termasuk si
Gunadharma ini ?
Keanehan
serupa juga ditemukan di Peru, tepatnya di daerah Nazca atau keanehan
ini lebih dikenal dengan sebutan Nazca Line. Jika dilihat dari darat,
maka Nazca Line hanya terlihat biasa saja.
Namun jika dilihat dari udara, maka akan terlihat bentuk yang menakjubkan, misalnya seperti ini:
Sampai
saat ini para ahli juga masih belum menemukan jawaban bagaimana dan
siapa yang membuat lukisan sketsa raksasa di permukaan bumi. Gambar
tersebut sangat jelas, seakan dibuat sambil diawasi dari angkasa.
Misteri Patung Batu di Pulau Paskah
Pulau
Paskah (bahasa Polinesia: Rapa Nui, bahasa Spanyol: Isla de Pascua)
adalah sebuah pulau milik Chili yang terletak di selatan Samudra
Pasifik. Walaupun jaraknya 3.515 km sebelah barat Chili Daratan, secara
administratif ia termasuk dalam Provinsi Valparaiso. Pulau Paskah
berbentuk seperti segitiga. Daratan terdekat yang berpenghuni ialah
Pulau Pitcairn yang jaraknya 2.075 km sebelah barat. Luas Pulau Paskah
sebesar 163,6 km². Menurut sensus 2002, populasinya berjumlah 3.791 jiwa
yang mayoritasnya menetap di ibukota Hanga Roa. Pulau ini terkenal
dengan banyaknya patung-patung (moai), patung berusia 400 tahun yang
dipahat dari batu yang kini terletak di sepanjang garis pantai.
Hingga
kini patung-patung batu dan Pulau Paskah tetap menjadi misteri. Banyak
versi yang mencoba memaparkan bagaimana dan apa yang terjadi di Pulau
Paskah. Namun hal itu tetap menjadi kontroversi. Masalahnya adalah,
belum ditemukan bangsa mana yang membuat patung tersebut (dugaanya
sementara – mungkin orang Polinesia). Soalnya pas ditemukan oleh bangsa
Eropa, pulau itu sudah kosong. Entah karena penghuninya sudah pindah
atau habis karena berperang sendiri.
Patung-patung
batu yang terdiri dari sedikitnya 3 varian itu diduga berkaitan erat
dengan ritual pemujaan suku-suku yang mendiami Pulau Paskah.
Masing-masing suku punya puluhan arca sendiri dengan ukuran yang begitu
besar. Setiap kali terjadi perang antar suku, patung tersebut akan ikut
menjadi sasaran penghancuran.
Berdasarkan
penelitian, patung batu itu dibuat oleh penduduk lokal dari dinding
batu yang terdapat di gunung-gunung berapi yang beradadi Pulau Paskah.
Sedikitnya ada empat gunung di Pulau Paskah. Karena Pulau Paskah
sendiri adalah pulau vulkano. Dikawah gunung api utama yang disebut
Rano Raraku, masih terlihat jejak-jejak pembuatan patung. Disana
ditemukan patung-patung yang terpahat di dinding batu gunung. Di
sekitarnya tersebar 400-an patung yang belum selesai, hampir selesai,
dan sudah selesai namun belum dipindahkan.
Patung-patung
besar dari batu, atau moai, yang menjadi simbol Pulau Paskah dipahat
pada masa yang lebih dahulu dari yang diperkirakan. Arkeologis kini
memperkirakan pemahatan tersebut berlangsung antara 1600 dan 1730,
patung yang terakhir dipahat ketika Jakob Roggeveen menemukan pulau ini.
Terdapat lebih dari 600 patung batu monolitis besar (moai).
Walaupun bagian yang sering terlihat hanyalah “kepala”, moai
sebenarnya mempunyai batang tubuh yang lengkap; namun banyak moai yang
telah tertimbun hingga lehernya. Kebanyakan dipahat dari batu di Rano
Raraku. Tambang di sana sepertinya telah ditinggalkan dengan tiba-tiba,
dengan patung-patung setengah jadi yang ditinggalkan di batu. Teori
populer menyatakan bahwa moai tersebut dipahat oleh penduduk Polinesia
(Rapanui) pada saat pulau ini kebanyakan berupa pepohonan dan sumber
alam masih banyak yang menopang populasi 10.000-15.000 penduduk asli
Rapanui. Mayoritas moai masih berdiri tegak ketika Roggeveen datang
pada 1722. Kapten James Cook juga melihat banyak moai yang berdiri
ketika dia mendarat di pulau pada 1774. Hingga abad ke-19, seluruh
patung telah tumbang akibat peperangan internecine.
Patung
Moai itu dipahat dari batu yang berasal dari Rano Raraku, gunung
berapi yang sudah tidak aktif lagi di pulau tersebut. Lalu bagaimana
batu-batu raksasa seberat 14 sampai 80 ton ini dipindahkan dari gunung
ke beberapa tempat “Ahu” yang tersebar di pulau tersebut, masih
merupakan sebuah teka-teki yang belum terpecahkan. Menurut dongeng
penduduk setempat, nenek moyang mereka menggunakan “Manna” atau
kekuatan supernatural untuk memerintahkan para “Maoi” itu berjalan
sendiri ke atas podium batu.
Ada
beberapa teori lainnya yang berusaha memecahkan misteri artifak ini.
Beberapa diantaranya percaya bahwa pulau ini adalah ujung dari daratan
yang ada pada peradaban prasejarah (bagian dari peradaban Mu/Lemuria),
sedangkan yang lainnya berspekulasi adanya keterlibatan kehidupan luar
planet. Spekulasi mengenai campur tangan kehidupan luar memang cukup
bisa diterima, sebab berat patung tersebut tidak kurang dari 12,5 ton
dan jumlah mencapai lebih dari 880 buah. Proyek pemindahan patung ini
sama seperti proyek pemindahan batu-batu raksasa pada Stonehenge dan
Piramid.
Ada
berbagai lembaran (tablet) yang ditemukan di pulau yang berisikan
tulisan misterius. Tulisan, yang dikenal dengan Rongorongo, belum dapat
diuraikan walaupun berbagai generasi ahli bahasa telah berusaha.
Seorang sarjana Hongaria, Wilhelm atau Guillaume de Hevesy, pada 1932
menarik perhatian tentang kesamaan antara beberapa karakter rongorongo
Pulau Paskah dan tulisan pra-sejarah Lembah Indus di India, yang
menghubungkan lusinan (sedkitnya 40) rongorongo dengan tanda cap dari
Mohenjo-daro. Hubungan ini telah diterbitkan kembali di berbagai buku.
Arti rongorongo kemungkinan ialah damai-damai, dan tulisannya mungkin
mencatat dokumen perjanjian damai, misalnya antara yang bertelinga
panjang dan penguasa bertelinga pendek. Namun, penjelasan tersebut
masih dalam perdebatan.
Meski
kadang kala suatu fakta yang hadir di hadapan kita dapat ditafsirkan
dengan banyak cara, pada akhirnya penjelasan yang berlaku umum,
sederhana, dan tidak bertentangan dengan fakta-fakta lain yang ada,
itulah yang akan dipilih sebagai jawaban. Walau klaim Paleocontact
Theory belum tentu benar adanya, kita tetap harus bersikap terbuka
dengan segala macam kemungkinan solusi. Bagaimana pun, sejarah masa lalu
manusia sendiri memang masih menyimpan banyak misteri.