Jika
Idul Fitri diartikan sebagai kembali kepada kesucian atau kembali ke
asal kejadian, maka pantas bagi semua umat muslim bergembira pada Hari
Raya Idul Fitri. Kegembiraan orang-orang yang menang dan berhasil
mengembalikan dirinya pada kesucian dirinya setelah menempuh ibadah
puasa Ramadhan sebulan penuh. Inilah tradisi khas masyarakat Indonesia.
Halal Bihalal namanya. Tradisi ini merupakan tradisi yang sudah mengakar
di Indonesia. Makanya, banyak orang Indonesia yang menjadikannya
sebagai momentum penting di dalam prosesi kehidupannya. Tradisi Halal
Bihalal yang menyertai hari raya Idul Fitri sebenarnya merupakan wadah
untuk saling memaafkan.
Banyak
lembaga pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang merayakan Idul
Fitri secara kolektif dalam bentuk Halal Bihalal. Inti acara Halal
Bihalal biasanya adalah sambutan-sambutan yang menegaskan tulusnya hati
untuk saling memaafkan lahir dan batin, serta uraian tausiyah untuk
memotivasi ukhuwah dan ketaatan setelah Bulan Ramadhan. Kalaupun ada
acara wajib lainnya, pastilah berupa aneka ragam hidangan yang
tersajikan mengundang selera. Acara diakhiri dengan bersalam-salaman
sebagai simbol luruh dan leburnya dosa-dosa.
Sungguh
merupakan pemandangan yang mengharukan bahwa di akhir Ramadhan terutama
di hari ketiga atau keempat menjelang hari raya Idul Fitri mereka
berebutan agar bisa pulang ke daerahnya masing-masing dengan tujuan
bersalaman dan berucap saling memaafkan di hari nan fitri tersebut.
Inilah salah satu keindahan tradisi lokal yang berbasis agama, yaitu
sekali setahun mereka berkumpul untuk saling memaafkan dan bertemu
dengan kerabat dekat dan jauh dalam rangka meramaikan hari raya Idul
fitri yang selalu dirindukan. Walaupun Di era modern ini, sesungguhnya bisa saja saling berucap maaf dilakukan lewat ponsel, bahkan juga lewat facebook, twitter
dan sebagainya. Akan tetapi kerinduan akan saling bertemu fisik serta
kerinduan akan daerah kelahirannya ternyata jauh lebih penting dari apa
saja. Maka meskipun kita sudah saling memaafkan lewat berbagai medium
komunikasi, akan tetapi tradisi halal bi halal akan terus berlangsung.
Namun rasanya juga tetap afdhol jika lewat tulisan ringkas ini juga
tetap harus dikumandangkan ucapan: ”taqabbalallahu minn wa minkum, minal a’idin wal faizin” mohon maaf lahir dan batin.
Sejarah
Konon,
tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh Pangeran Sambernyawa.
Untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya, maka setelah shalat Idul Fitri
diadakan pertemuan antara raja, pra punggawa, dan prajurit dengan
tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Apa yang dilakukan
Pangeran Sambernyawa kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam
dengan istilah halal bihalal.
Secara
historis lainnya, istilah dan tradisi Halal Bihalal pertama sekali
dilaksanakan pada zaman presiden Soekarno. Saat itu, Bapak Proklamasi
Indonesia ini mengadakan Halal Bihalal di Yogyakarta. Tujuannya, agar
semua pejabat dan pegawai bisa bertemu serta saling memaafkan. Ternyata,
ide Bung Karno ini menjadi tradisi tahunan. Hampir semua instansi
pemerintah, mulai pusat hingga tingkat RT, menggelar Halal Bihalal.
Sampai hari ini, halal bi halal menjadi satu budaya yang melekat di
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dengan demikian, tradisi halal bi
halal pada dasarnya lahir lebih dikarenakan alasan politis dibandingkan
alasan agamis.
Sumber Foto : www.umi.ac.id , pangudiluhur.depsos.go.id