1. Depresi dan Gangguan Bipolar
60% dari semua kasus bunuh diri dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan mood atau suasana hati. Gangguan ini cukup luas, meliputi depresi berat dan gangguan bipolar, yaitu gangguan yang ditandai dengan perubahan suasana hati secara ekstrim.
Orang yang mengalami depresi berkepanjangan sangat berisiko bunuh diri. Ketika sedang depresi, penderita tak punya tenaga untuk bunuh diri. Tapi seiring berkurangnya gejala depresi, energi yang tersedia untuk bunuh diri meningkat.
2. Gangguan mental
Sekitar 30% kasus bunuh diri dilakukan oleh orang yang memiliki gangguan mental selain gangguan mood. Misalnya gangguan stres pasca trauma (post traumatic stress disorder atau PTSD), skizofrenia, gangguan kepribadian, gangguan tidur, gangguan makan (terutama anoreksia nervosa), dan kondisi lainnya. Orang yang memiliki 2 gangguan mental sekaligus paling beresiko bunuh diri.
3. Konsumsi alkohol
Alkohol terlibat dalam sekitar 30% kasus bunuh diri. Alkohol menyebabkan depresi, mengurangi hambatan untuk melakukan bunuh diri dan memicu penilaian buruk pada diri sendiri. Faktor-faktor ini juga berkaitan dengan kekerasan dan pelecehan yang juga meningkatkan kemungkinan bunuh diri.
4. Efek samping obat
Beberapa kasus bunuh diri merupakan akibat efek samping obat resep atau kombinasi obat resep. Chantix, obat untuk mengatasi kebiasaan merokok memiliki efek samping ini. Kombinasi obat yang buruk juga bisa menyebabkan overdosis dan mematikan.
5. Luka emosional
Penolakan, penghinaan atau rasa malu dapat mendorong orang untuk melakukan bunuh diri. Penolakan sosial yang dialami sering menyebabkan isolasi sosial yang juga meningkatkan risiko bunuh diri.
Pada akhir 1980-an, penelitian menemukan ada hubungan antara homoseksualitas, penolakan sosial dan bunuh diri pada remaja, terutama pada pria. Pria muda homoseksual atau biseksual beresiko besar malkukan upaya bunuh diri daripada pria heteroseksual.
6. Rasa bersalah
Rasa bersalah akibat menyaksikan atau mengalami penyiksaan, pelecehan, pertempuran, pembantaian atau kekerasan bisa menjadi penyebab bunuh diri pada beberapa kasus.
7. Menderita penyakit parah
Orang yang sakit parah atau menderita penyakit kronis, lumpuh, cacat atau kehilangan anggota tubuh terkadang melakukan bunuh diri. Orang yang mengalami kondisi ini melakukan bunuh diri karena rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kondisinya. Bisa juga karena rasa sedih akibat kehilangan fungsi tubuh atau penampilan yang buruk.
8. Kehilangan dan kesedihan
Kesedihan dan kehilangan juga berkaitan dengan bunuh diri. Kehilangan orang yang penting, pekerjaan, status sosial, jabatan, aset keuangan, kesehatan, atau sesuatu yang lain biasanya memicu kesedihan.
Kehilangan dan kesedihan dapat memicu krisis eksistensial di mana orang yang berduka tidak dapat melihat alasan untuk terus hidup. Krisis yang sama juga dapat terjadi ketika kehilangan status sosial dan sumber daya atau jaminan keuangan.
9. Memiliki riwayat keluarga bunuh diri
Orang yang memiliki riwayat keluarga pernah melakukan bunuh diri lebih mungkin mencoba atau melakukan tindak bunuh diri. Orangtua yang mencoba bunuh diri akan dijadikan model atau contoh bahwa tindakan itu dapat diterima untuk mengatasi rasa sakit emosional atau stres. Proses belajar ini tetap bertahan saat anak beranjak dewasa.
10. Dipenjara
Orang yang dipenjara karena melakukan kejahatan berisiko tinggi melakukan bunuh diri. Sayangnya, sulit mengetahui persisnya mengapa hal ini terjadi karena ada banyak variabel yang ikut bermain.
Bunuh diri mungkin menjadi pelarian ketika hukuman yang divonis terlalu lama. Beberapa tahanan juga melakukan bunuh diri sebagai cara untuk melarikan diri dari upaya perkosaan oleh tahanan lain.
sumber