Sejak era 1987-an, kondisi Jakarta
mengalami penurunan. Jakarta mulai terlihat tidak lagi bisa berkembang
dengan ideal seperti tahun 1960 silam. Di tahun 1980-an, kondisi itu
semakin parah. Hingga akhirnya memasuki tahun 1990, kondisi Jakarta jadi
sangat mengkhawatirkan.
"Pemerintah dan masyarakat baru
menyadari kalau Jakarta sudah parah sepuluh tahun lalu," kata pengamat
tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga kepadaTempo, Rabu, 22 Juni
2011.
Memasuki tahun 2000, masyarakat
dan pemerintah melakukan sejumlah program untuk memperbaiki Jakarta.
Namun, menurut Nirwono, langkah-langkah itu masih berjalan sangat
lambat. "Kalau seperti ini terus, tahun 2030 Jakarta akan menuju bunuh
diri ekologis perkotaan dan 2050 akan menjadi kota mati," ujar dia.
Saat ini, Jakarta sudah
menunjukkan ciri-ciri kota yang menuju bunuh diri ekologis perkotaan.
Nirwono memberi beberapa contoh, seperti intrusi atau merembesnya air
laut di bawah tanah yang mencapai 1/3 wilawah Jakarta atau sudah
mencapai Bunderan Hotel Indonesia, amblesnya tanah sedalam 4-26 cm di
Jakarta Barat, Pusat, dan Utara, abrasi pantai sejauh 200 meter dari
tepian pantai di Jakarta Utara, serta tingginya polutan yang mencemari
air tanah.
Agar tidak menjadi kota mati di
2050, Nirwono memberi dua saran, yakni pembenahan kota dari banjir dan
macet. Untuk pembenahan kota dari kemacetan, Nirwono berpendapat bila
pemerintah harus membenahi transportasi umum, berupa kereta komuter,
koridor 15 busway, serta jalur sepeda dan pejalan kaki. Untuk pembenahan
kota dari banjir, pemerintah harus menambah 30 persen ruang terbuka
hijau serta perbaikan aliran sungai dan pembuangan air. "Pemerintah juga
harus membangun hunian terpadu untuk kalangan menengah ke atas dan
bawah," ujarnya.
Saat ini, pembangunan hunian
terpadu hanya difokuskan untuk masyarakat dengan ekonomi menengah ke
atas saja. Padahal, pembangunan hunian terpadu seharusnya bisa memenuhi
kebutuhan masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi. "Yang ideal, hunian
terpadu itu terdiri dari satu hotel, tiga apartemen, dan enam rumah
susun. Dilengkapi fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, dan
pasar."
Hunian terpadu itu, lanjut dia,
bisa menekan orang mengunakan kendaraan pribadi atau melakukan
perjalanan karena di tempat itu semua fasilitas telah tersedia. Dan pada
hunian terpadu ideal, penghuni rumah susun bisa bekerja di apartemen,
hotel, atau fasilitas umum di tempat itu. "Jadi, bukan project
oriented, tapi peningkatan kesejahteraan warga, terutama ekonomi
mengengah ke bawah. Kalau Casablanca itu proyek menengah ke atas,"
ujarnya.