Di bagian timur Indonesia berdiri sebuah masjid tua Wapawue yang sangat
bersejarah dan selalu diliputi keajaiban. Bukan sekadar tua, melainkan
yang tertua di Maluku karena telah ada sejak tahun 1414 M.
Dari segi arsitekturnya, bisa jadi inilah satu-satunya masjid yang terbuat dari pelepah sagu dan dipertahankan keasliannya selama berabad-abad. Berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu.
Dari segi arsitekturnya, bisa jadi inilah satu-satunya masjid yang terbuat dari pelepah sagu dan dipertahankan keasliannya selama berabad-abad. Berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu.
wikimedia.org
Konstruksinya berdinding gaba-gaba (pelepah sagu yang kering), masih
berfungsi dengan baik sebagai tempat salat, kendati sudah ada masjid
baru di desa itu.
Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Tipologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar.
Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Tipologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar.
Nico Wijaya / Detik.traveler
Dalam masjid ini tersimpan Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di
Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang
selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan
pinggir). Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai
ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan
pada kertas produk Eropa.
Nah, sekarang kita lihat keajaiban yang selalu melingkupi masjid ini... percaya atau tidak.
Nah, sekarang kita lihat keajaiban yang selalu melingkupi masjid ini... percaya atau tidak.
1. Masjid pindah sendiri
Mulanya masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di Lereng
Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo
dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Jadi bukan di Kaitetu.
Jamilu datang ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M untuk menyebarkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane, yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly.
Ketika VOC menguasai bumi rempah-rempah Maluku, Belanda mengganggu kedamaian penduduk lima kampung yang telah menganut ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari. Belanda kemudian melakukan proses penurunan penduduk dari daerah pegunungan tidak terkecuali penduduk kelima negeri tadi. Merasa tidak aman dengan ulah Belanda, Masjid Wawane dipindahkan pada tahun 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak 6 km sebelah timur Wawane.
Jamilu datang ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M untuk menyebarkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane, yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly.
Ketika VOC menguasai bumi rempah-rempah Maluku, Belanda mengganggu kedamaian penduduk lima kampung yang telah menganut ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari. Belanda kemudian melakukan proses penurunan penduduk dari daerah pegunungan tidak terkecuali penduduk kelima negeri tadi. Merasa tidak aman dengan ulah Belanda, Masjid Wawane dipindahkan pada tahun 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak 6 km sebelah timur Wawane.
indonesia-heritage.net
melayuonline.com
Ada sebuah hikayat yang kemudian diceritakan dari generasi ke
generasi... dikisahkan ketika masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly
turun ke pesisir pantai dan bergabung menjadi negeri Kaitetu, Masjid
Wapauwe masih berada di dataran Tehala.
Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya masjid secara gaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya.
"Menurut kepercayaan kami (masyarakat Kaitetu) masjid ini berpindah secara gaib. Karena menurut cerita orang tua-tua kami, saat masyarakat bangun pagi ternyata masjid sudah ada," kata Ain Nukuhaly, warga Kaitetu.
2. Dedaunan tak berani
Seperti dikisahkan sebelumnya, masjid yang awalnya bernama Wawane ini kemudian berganti nama menjadi Wapawue. Tempat masjid ini berada di daerah yang banyak tumbuh pepohonan mangga hutan atau mangga berabu. Dalam bahasa Kaitetu disebut "Wapa". Karena itulah, Wapawue berarti "masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu."
Ada keanehan yang selalu terjadi. Jika ada daun dari pepohonan di sekitar tempat itu gugur, secara ajaib tak satupun daun yang jatuh di atasnya.
3. Tak bisa hancur?
Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya masjid secara gaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya.
"Menurut kepercayaan kami (masyarakat Kaitetu) masjid ini berpindah secara gaib. Karena menurut cerita orang tua-tua kami, saat masyarakat bangun pagi ternyata masjid sudah ada," kata Ain Nukuhaly, warga Kaitetu.
2. Dedaunan tak berani
Seperti dikisahkan sebelumnya, masjid yang awalnya bernama Wawane ini kemudian berganti nama menjadi Wapawue. Tempat masjid ini berada di daerah yang banyak tumbuh pepohonan mangga hutan atau mangga berabu. Dalam bahasa Kaitetu disebut "Wapa". Karena itulah, Wapawue berarti "masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu."
Ada keanehan yang selalu terjadi. Jika ada daun dari pepohonan di sekitar tempat itu gugur, secara ajaib tak satupun daun yang jatuh di atasnya.
3. Tak bisa hancur?
Nico Wijaya / Detik.traveler
Masjid Wapawue berada di antara situs-situs bersejarah, antara lain
benteng tua "New Amsterdam" dan gereja tua peninggalan Portugis dan
Belanda.
Saat kerusuhan di Ambon meletus tahun 1999, banyak bangunan hancur karena konflik agama tersebut. Termasuk gereja tua tadi. Sementara Masjid Wapawue tetap berdiri kokoh tanpa ada gangguan sama sekali, padahal letaknya hanya sekitar 150 meter dari gereja tua dan benteng bersejarah.
Keajaiban atau kebetulan, Walahu'alam Bishowab
Sumber:
i-dus
Saat kerusuhan di Ambon meletus tahun 1999, banyak bangunan hancur karena konflik agama tersebut. Termasuk gereja tua tadi. Sementara Masjid Wapawue tetap berdiri kokoh tanpa ada gangguan sama sekali, padahal letaknya hanya sekitar 150 meter dari gereja tua dan benteng bersejarah.
Keajaiban atau kebetulan, Walahu'alam Bishowab
Sumber:
i-dus