Kenapa pasangan yang saling mencintai cenderung sering saling menyakiti? Salma Prabhu, seorang psikolog asal India mencoba menjelaskan fenomena kejiwaan ini.
Salma menyebutkan bahwa ‘kebutuhan’ seseorang untuk menyakiti orang-orang terdekatnya baik secara emosional maupun fisik dapat disebabkan oleh dua faktor. Pertama, karena orang tersebut merasa terlalu dekat dengan mereka sehingga ia tidak sungkan untuk menunjukkan sisi terburuk dalam dirinya.
Faktor kedua adalah biasanya ‘kebutuhan’ menyakiti ini menimpa mereka yang memang terbiasa untuk tidak dicintai. Sehingga ketika ada orang lain yang menghujani mereka dengan kasih sayang, mereka merasa tidak layak untuk mendapatkannya dan muncullah rasa tidak nyaman. Mereka pun akan mencoba untuk menyakiti atau melawan orang-orang yang menyodorkan cinta sehingga pada akhirnya mereka bisa kembali ke status atau situasi sebelumnya.
Seringkali kita mendenar banyak kisah sakit hati yang justru dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti orangtua, pasangan, teman dan saudara. Dan kisah itu bisa membuat kita merasa prihatin. Padahal tanpa disadari, bisa jadi diri kita juga adalah salah satu korban ataupun pelaku dari sebuah kisah sakit hati lainnya. Menurut Salma, hal ini memang sering terjadi di antara pasangan serta di dalam keluarga.
Anak-anak sering memanipulasi orangtua mereka untuk mendapatkan keuntungan. Jika tidak diantisipasi sejak awal, dapat menyebabkan anak-anak tidak lagi menghormati orangtua mereka.
“Perilaku buruk harus dicegah sejak dini,” ujar Salma seperti dikutip dari Times of India.
“Bahkan hal kecil seperti tidak menjawab pertanyaan orangtua harus dikoreksi sehingga mereka belajar untuk menghargai. Cobalah berkomunikasi dengan mata, nada bicara dan ekspresi wajah, termasuk mengatur emosi,” ujar Salma menambahkan.
Pasangan suami istri maupun pasangan yang sedang berpacaran juga seringkali saling menyakiti secara emosional. Terutama ketika perceraian bukanlah pilihan yang mudah. Misalnya saja jika seorang wanita yang berusia 40 tahun pernah gagal sampai dua kali dalam pernikahan, dan terus disakiti dalam hubungan baik secara emosi maupun fisik, maka ia akan sulit beradaptasi dengan hubungan yang positif.
Rasa sakit yang menguasai hatinya bisa membuat dirinya selalu memicu konflik karena merasa rendah diri. Ia pun cenderung defensif dengan menempatkan dirinya dalam kondisi hubungan yang buruk