Sudono Salim atau Liem Sioe Liong (Hanzi: 林紹良, pinyin: Lin Shaoliang) (lahir di Tiongkok, 10 September 1915; umur 96 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia. Dia merupakan pendiri Grup Salim. Kepemilikan Grup Salim meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, dan lain-lain. Ia dikenal luas masyarakat dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto dan saat ini, ia tinggal di Singapura. Usahanya diteruskan anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang.
Siapa yang tidak kenal Sudono Salim atau Liem Soei Liong
(92 tahun), usahawan sukses kelas dunia? Ia mendirikan Grup Salim. Grup
ini, antara lain melahirkan Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar,
Bogasari, Bank Central Asia, dan lain-lain. Pria yang akrab disapa Om Liem
ini juga pernah menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di
Indonesia dan Asia. Bahkan, ia sempat masuk daftar "100 Orang Terkaya di
Dunia". Apa rahasianya, hingga bisa jadi pengusaha besar?
Pertama, Om Liem punya bakat dan naluri bisnis yang luar biasa. Kedua,
ia mengembangkan sifat-sifat ini: pekerja keras, pantang menyerah, dan
tekun! Katanya, kepada harian "Kompas" di Singapura: jika ingin sukses,
jangan berpangku tangan saja. Semasa muda, bekerjalah habis-habisan.
Bersemangatlah dan efektif dalam menggunakan waktu. Jangan cuti
lama-lama, jangan selalu jalan-jalan, dan jangan tidur cepat! Jangan
pula mudah menyerah pada kesulitan.
Bagaimana kalau gagal dalam usaha? Jangan putus asa. Bangun lagi dengan
kiat baru! Begitu seterusnya hingga Anda menemukan formula paling pas
untuk sukses. Kalau Anda mudah putus asa, sebaiknya jadi pekerja saja,
jangan jadi usahawan...!
Selain itu, jadilah pengusaha yang memiliki karakter yang baik. Orang
yang sukses dengan cara curang, pasti akan segera gulung tikar karena
orang-orang/publik menolaknya. Oleh karena itu, lebih baik untung lebih
sedikit, namun diusahakan secara jujur dan ikhlas. Kita bisa tidur lebih
nyenyak dan tidak punya beban.
"Memang benar, seorang pengusaha harus banyak akal," kata Om Liem. "Tapi, jangan curang. Jangan ambil milik orang lain."
Terakhir, Om Liem mengingatkan: rajinlah membantu fakir miskin. Tujuannya, agar jiwa kita terasah untuk selalu berbagi.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sudono_Salim
Sudono Salim (Liem Sioe Liong)
Sudono Salim (Liem Sioe Liong), Pernah Menjadi Orang Terkaya Asia
Pengusaha Sudono Salim, yang bernama asli Liem Sioe Liong,
sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di
Indonesia dan Asia. Bahkan, konglomerat yang dikenal dekat dengan
mantan Presiden Soeharto, ini sempat masuk daftar jajaran 100
terkaya dunia. Setelah krisis ekonomi dan reformasi politik,
kekayaannya menurun.
Dia pun memilih lebih lama tinggal di Singapura, setelah rumahnya
Gunung Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik massa reformasi.
Kerusuhan reformasi 13-14 Mei 1998, itu tampaknya membuat Oom Liem
trauma tinggal di Indonesia.
Walaupun kadang kala dia masih datang ke Indonesia, tapi hampir
tidak pernah lama. Semua bisnisnya di Indonesia dikendalikan oleh
anaknya Anthony Salim. Di bawah kendali Anthony Salim, belakangan
kerajaan bisnisnya bangkit kembali dan tak mustahil akan kembali
menjadi terkuat di Indonesia.
Pada tahun 1969, Oom Liem bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four,
mendirikan CV Waringin Kentjana. Oom liem sebagai chairman dan
Sudwikatmono sebagai CEO. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan,
ekspor kopi, lada, karet, tengkawang dan kopra serta mengimpor gula
dan beras.
The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 mendirikan pabrik
tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah. Ketika
pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta
dengan kantor hanya seluas 100 meter.
Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT
Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli
semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement.
Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan
perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun
perumahan mewah Pondok Indah dan Kota mMandiri Bumi Serpong Damai.
Selain itu, Oom Liem juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif
di bawah bendera PT Indomobil. Bahkan merambah ke bidang perbankan
dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi.
Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank.
Ketika itu, Oom Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk daftar 100 orang terkaya dunia.
Sumber : tokohindonesia.com
SUDONO SALIM
Di cakrawala ekonomi dan bisnis Indonesia, nama Liem Sioe Liong sudah
menjadi legenda. Banyak yang lupa: hampir setengah abad yang lalu,
pemuda perantau dari Futsing, Hokkian, Cina Selatan, itu memulai
upayanya dengan magang pada seorang paman yang berdagang jagung, beras,
kedelai -- antara lain.
Lahir sebagai Lin Shao-liang, anak kedua dari tiga bersaudara ini
mengikuti jejak abangnya, Liem Sioe Hie, yang sudah mendarat di Jawa
sembilan tahun lebih awal. ''Dua tahun pertama di Indonesia amat
berat,'' tutur Shao-liang, yang belakangan dikenal juga dengan nama
Sudono Salim.
Ketika Jepang datang, ia mulai berdagang minyak kacang kecil- kecilan
di Kudus, Jawa Tengah. Kemudian mencoba nasib sebagai penyalur cengkih
di kota sigaret kretek itu. Lalu, datanglah nasib baik serentak dengan
saat pecahnya Revolusi 1945. Liem membantu Republik, yang membutuhkan
banyak dana melawan Belanda.
Tetapi, ketika Jepang menyerah, ia sempat disrempet musibah.
Berkarung-karung uang Jepang miliknya mendadak dinyatakan tidak laku,
karena pemerintah menerbitkan uang baru. Ketika itu, tiap orang
menerima satu rupiah uang baru tadi. ''Keluarga saya delapan orang,
jadi dapat delapan rupiah, wah, edan,'' katanya mengenang.
Liem lalu mengubah taktik dagangnya. ''Bisnis itu tidak boleh atas
dasar uang, tapi harus atas dasar barang,'' ia seperti memberi nasihat.
Sejak itu pula ia lebih memusatkan usaha diversifikasi. Toh, ia
merasa tidak bisa bergerak lincah di zaman Bung Karno. ''Dulu dagang
susah, orang banyak bicara,'' katanya. ''Tapi sejak Orde Baru,
dipimpin oleh Presiden Soeharto, saya ambil keputusan: apa yang harus
dilakukan sebagai orang dagang.'' Dengan Pak Harto, Liem mengaku baru
kenal setelah 1950-an, di Semarang.
Kini, bos perusahaan induk Liem Investors di Hong Kong, dan PT Salim
Economic Development Corporation (SEDC) di Jakarta, itu sering disebut
sebagai ''pengusaha terkaya nomor enam di dunia''. Jumlah hartanya
mengalahkan keluarga Rotschild dan Rockefeller. Pada 1984, kekayaan
kelompok ini ditaksir sekitar US$ 7 milyar. Artinya, sama dengan jumlah
uang yang beredar di Indonesia ketika itu yang, menurut beberapa
sumber, meliputi sekitar Rp 7 trilyun.
Liem pindah ke Jakarta pada 1951, dan mulai mengembangkan usahanya.
Mula-mula ia mendirikan pabrik sabun, kemudian pabrik paku, ban sepeda,
pengilangan karet, kerajinan, dan makanan. Ia juga bergerak di bidang
pengusahaan hutan, bangunan, perhotelan, asuransi, perbankan, bahkan
toko pakaian. Kunci sukses baginya adalah jasa. ''Kalau jasa itu
jalannya betul, otomatis bisa jual lancar,'' katanya, dalam bahasa
Indonesia yang tetap patah-patah.Namun, Liem keberatan usahanya
dikatakan menerobos ke semua penjuru bisnis. ''Orang suka bilang
ini-itu punya Liem Sioe Liong. Gila apa? Tapi kalau orang lain suka
pakai nama Liem, bisa bilang apa?'' katanya kepada majalah TEMPO, media
massa Indonesia pertama yang mewawancarainya, Maret 1984.
Kelompok ini juga mengaku tidak selamanya bernasib mujur.
''Dihitung-hitung, ada sekitar sepuluh perusahaan yang kami tutup,
karena kalah bersaing,'' ujar Anthony Salim, nomor dua dari empat putra
Liem -- yang sering disebut-sebut sebagai ''putra mahkota''. Paling
tidak terdapat sekitar 37 perusahaan yang bernaung di bawah SEDC.
Selain dikenal sebagai ''raja bank'', kelompok Liem juga disebut-sebut
sebagai satu di antara ''raja semen'' di dunia. Dalam setiap usaha
patungan, kelompok ini selalu menonjol sebagai pemilik saham terbesar.
Dan langkah itu bukannya tanpa pertimbangan. Dengan memiliki 51% saham
perusahaan Hagemeier di Belanda, misalnya, ''Kami bisa menentukan
policy perusahaan,'' kata Liem. ''Juga supaya bisa mengawasi ekspor
dari Indonesia, misalnya hasil bumi.''
Sejak 1982, gebrakan kelompok Liem di luar negeri semakin mantap. Ia
membeli, antara lain, 80% saham Hibernia Banchares, San Francisco,
disusul 54,4% saham Shanghai Land Investment. Tetapi, Maret 1986, ia
tersandung dalam usaha penanaman modal di Provinsi Fujian, RRC, bekas
daerah kelahirannya.
Di kawasan itu, di sebuah desa peternakan tiram di Teluk Meizhou,
terdapat proyek pengilangan minyak senilai US$ 800 juta. Usaha ini
merupakan patungan antara China Fujian Petroleum Co., China
Petrochemical International Corp., Fujian Investment & Enterprise
Ltd., dan China Pacific Petroleum Ltd. Perusahaan terakhir ini, menurut
surat kabar The Asian Wall Street Journal, didaftarkan di Liberia,
dan ''dikontrol oleh Mr. Liem''.
Sayang, usaha patungan itu terkatung-katung, paling tidak sudah
setahun. Konon, pihak RRC terlalu banyak menuntut. Mereka juga, yang
memang kurang berpengalaman dalam menyelenggarakan bisnis patungan,
bingung oleh melonjaknya harga barang-barang impor yang dibutuhkan
kilang minyak tersebut. Pihak Liem sendiri, menurut koran tersebut,
tidak begitu ambil pusing dan siap-siap menarik diri.
Menjelang usia 70, taipan yang juga sering dipanggil sebagai ''Oom
Liem'' ini mengaku tidak lagi bekerja terlalu keras. ''Setiap hari saya
masuk kantor jam sepuluh pagi, lalu terima tamu,'' katanya. Ia tidak
merokok, juga tidak menjamah minuman keras. Kegemarannya terbatas:
jogging tujuh kilometer setiap pagi, dan, kabarnya, mengunjungi klub
malam. ''Saya juga sudah jarang sekali teken cek,'' katanya.
Lalu, siapa yang akan menggantikan tahta si Oom? ''Semua anak sama,''
katanya. ''Yang perlu di sini teamwork. Yang bilang Anton bakal ganti
saya itu orang luar.'' Ia, memang, seperti lebih menekankan perlunya
tenaga profesional. Hal ini tampak, antara lain, pada keterlibatan Liem
memelopori dan menangani beberapa lembaga pendidikan, misalnya
Yayasan Tarumanegara dan Prasetiya Mulya.
Read more: wisbenbae: Kisah Sukses : Liem Sioe Liong / Sudono Salim