Dedi (20) dipasung oleh keluarga karena sering mengamuk
Di antara lahan persawahan di Kelurahan Talang Benih, Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, berdiri sebuah pondok reot yang terbuat dari bambu. Di pondok itulah, lelaki malang, berusia 20 tahun, Dedi Darmansyah, berbalut rantai sebesar ibu jari di pinggangnya. Dedi, sengaja dipasung oleh keluarganya karena sering mengamuk dan memukuli orang-orang di sekitarnya.
Ketidak berdayaan yang disebabkan oleh kemiskinan, memaksa keluarga untuk mengikat Dedi di sebuah pondok, yang berdiri tepat di samping rumahnya, juga terbuat dari bambu. Karena, menurut mereka pemasungan merupakan jalan satu-satunya agar Dedi tidak membahayakan orang lain. Sebab, untuk membawa Dedi ke RSJKO Bengkulu, mereka terkendala biaya. Jangankan untuk mengobati Dedi ke RSJKO, untuk makan sehari-hari saja, keluarganya masih kesulitan.
Belum lagi mendapatkan perawatan, untuk menuju ke RSJKO Bengkulu saja harus membawa bekal yang tidak sedikit. Sebab, jarak dari Kabupaten Rejang Lebong ke Kota Bengkulu harus ditempuh 2,5 jam perjalanan dan melewati hutan lindung. Tentu berbeda 2,5 jam perjalan di Pulau Jawa dengan 2 jam perjalanan di Provinsi bengkulu ini.
Digubuk reot semi panggung ini Dedi dipasung. Disampingnya tempat keluarga Dedi tinggal selama ini.
Orang tua Dedi, Arpan Saparudin (42), sehari-harinya bekerja sebagai buruh tani. Sesekali waktu ia mendapat tawaran pekerjaan lain. Seperi, mendapat tawaran pekerjaan sebagai penjaga malam di proyek pembangunan jembatan yang berada tidak jauh dari rumahnya mulai dari bulan Juni - Desember 2011 lalu. Sebagai penjaga malam, keluarga mendapat tambahan uang dapur lebih. Dalam semalam, upah yang diterima Rp 40 ribu. Karena ia menerima pekerjaan itu dan harus meninggalkan rumah pada malam harinya, sebab itulah Dedi terpaksa dipasung, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Dedi ini orangnyo kuat merokok. Kalau idak dapat rokok suko ngamuk, adiknyo dipukul. Pernah adiknyo diinjak-injak kareno idak dapat rokok. Dari pada aku khawatir, makonyo Dedi aku ikat dengan rantai,” ujar Arpan.
Sebelumnya, Dedi yang sempat mengenyam bangku pendidikan hingga kelas 1 STM itu, menurut keterangan Arpan, mulai mengalami gangguan kejiawaan sekitar tahun 2007 lalu. Tidak diketahui pasti apa penyebabnya. Hanya saja, Dedi ini pernah mengalami kecelakaan bermotor hingga 3 kali. Setelah itu, berjarak sekitar 5 bulan ia sering mengamuk sendiri. “Awalnyo dio biaso bae. Sembari sekolah dio sering bantu keluargo sambil ngojek. Tapi, dio sempat kecelakaan jatuh dari motor sampai 3 kali,” cerita Arpan.
Diketahui keberadaan Dedi, pertama kali oleh Lukman, warga yang kebetulan lewat dan mendengar teriakannya yang meminta rokok. Karena penasaran, Lukman pun mengintip dari celah dinding pondok yang sudah jarang-jarang itu dan dilihatnya Dedi terikat oleh rantai. Hingga keberadaan Dedi ini diketahui Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Rejang Lebong. Bekerja sama dengan BAZDA Rejang Lebong, Dedi akhirnya dirujuk ke RSJKO Bengkulu untuk mendapatkan perawatan.
Tak hanya Dedi, warga penderita sakit jiwa yang di rujuk ke RSJKO. Namun, 2 orang penderita sakit jiwa lainnya, Zubaidah (25) warga Desa Pahlawan, Curup Utara dan Fadil (29), warga Desa Air Merah, Curup Tengah, juga dirujuk dan diberangkatkan bersama Dedi ke RSJKO Bengkulu. Zubaidah dan Fadil ini juga sebelumnya mengalami nasib yang sama seperti Dedi, dipasung oleh keluarganya di rumah.
Mereka juga memiliki latar belakang keluarga yang tidak jauh berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Orang tua Zubaidah dan Fadil, sehari-harinya hanya pekerja buruh tani di desa tempat tinggalnya. Mereka terpaksa dipasung, karena tidak berdayaan keluarga membiayai pengobatan anak-anaknya. Lantaran sering mengamuk, keluargapun akhirnya terpaksa memasung mereka.
Isak Tangis
Ada hal yang mengharukan saat melepas keberangkatan mereka menuju ke RSJKO Bengkulu. Terutama Fadil, Warga Desa Air Merah ini. Fadil menangis tersedu-sedu, bukan karena tidak mau dirujuk ke RSJKO. Tetapi, Fadil menangis karena sedih elihat ibunya, Miskini, yang selalu menangis saat hendak melepaskan Fadil ke RSJKO. Karena itu, Fadil hanya duduk termenung di bak mobil Rescue milik Dinsosnakertrans Rejang Lebong, sembari menghisap sebatang rokok pemberian karyawan Dinsos. Berbeda dengan Zubaidah, setiap kali kamera mengarah kepadanya, Zubaidah selalu memasang gaya bak model terkenal, lalu tertawa girang.”Cak mano lagi gayanyo, aku dak tau,” imbuh perempuan yang dibalut lipstik tebal ini.
Lain lagi dengan Dedi, yang tampak gagah dan selalu berbicara dengan suara cukup keras. Pada saat kendaraan Rescue mulai berjalan, Dedi mengeluarkan kalimat, layaknya seseorang yang menerima bantuan. “Terimokasih yo..” tutup Dedi.
Tiga orang sakit jiwa dirujuk ke RSJKO. Tampak Dedi (20) dan Fadil (29) saat akan berangkat ke RSJKO Bengkulu.
Sepuluh Orang Dipasung
Menurut Kasi Rehabilitasi Penyandang Masalah Sosial (RPS) Dinsosnakertrans, Nirmala BA, berdasarkan catatan relawan Dinsosnakertrans RL, ada 10 orang sakit jiwa, warga Rejang Lebong yang bernasib sama, dipasung oleh keluarganya. Namun, ke 10 orang itu juga akan di rujuk ke RSJKO Bengkulu. “Mereka jugakan manusia, mereka layak untuk sembuh. Tetapi karena ekonomi lemah, akhirnya orang sakit jiwa dibiarkan saja dengan tubuh yang terpasung,” ucap Nirmala.