1. Jalan Kadem, Turki
Ibu Kota Istanbul, Turki, menjadi sorotan dunia sebab mensahkan praktik pelacuran. Mereka yang menginginkan penyaluran birahi, dapat datang ke Jalan Kadem. Di situ puluhan penjaja seks menawarkan diri tidur dengan bayaran Rp 200 ribu per jam. Jangan lupa untuk memberikan uang lebih.
Wilayah merah ini khusus dewasa. Anak-anak usia di bawah 18 tahun tidak boleh memasuki jalan ini dengan alasan apa pun.
Rata-rata perempuan pekerja seks datang dari wilayah sekitar Turki, kebanyakan Armenia. Setiap hari, para perempuan pemuas nafsu itu bisa melayani hingga 15 lelaki hidung belang.
2. Jalan Chow Kit, Malaysia
Ibu Kota Kuala Lumpur, Malaysia, diam-diam mempunyai wilayah merah yakni Jalan Chow Kit. Pemerintah setempat menyatakan prostitusi tidak sah di mata hukum Negeri Jiran itu hingga pelakunya harus kucing-kucingan dengan polisi.
Di siang hari, area ini seperti pasar tradisional pinggiran dipenuhi pedagan sayur dan buah segar. Ada pula tempat beli pakaian atau sepatu dengan harga miring. Selain itu, deretan losmen murah meriah sering dikunjungi para wisatawan luar negeri.
Menjelang malam, tempat bernama Lorong Haji Taib, masih di kawasan Chow Kit, langsung dipadati penjaja seks berdiri si sepanjang jalan. Para pekerja seks komersial ini terdiri dari perempuan dan waria. Jika menyiapkan kocek di atas Rp 150 ribu, bisa bermain cinta dengan perempuan asli. bila kurang dari itu, Anda harus puas ditemani banci.
3. Jalan Khalid bin Al Walid, Uni Emirat Arab
Prostitusi terselubung juga terjadi di Kota Dubai, Uni Emirat Arab, tepatnya di Jalan Khalid bin Al Walid. Namun para penjaja kenikmatan ini lebih rapi dalam menyembunyikan perilaku mereka hingga tidak pernah ketahuan oleh polisi syariah.
Rata-rata hotel di Dubai selalu menyediakan perempuan untuk menemani tamu, kebanyakan dari Asia. Jika Anda ingin mengajak mereka bercinta, Anda harus mengeluarkan dana Rp 350 ribu per jam di luar harga kamar hotel. Pekerja seks di area itu dilarang untuk diajak keluar hotel dengan alasan apa pun.
Selain membayar sewa kamar, Anda juga harus membeli makan dan minum disediakan pihak hotel, tidak boleh membawa dari luar. Untuk keseluruhan, pengunjung ingin menikmati layanan ini harus menyediakan uang minimal Rp 1,5 juta.
4. Kota Jounieh, Libanon
Ibu Kota Beirut di Libanon Utara menjadi negara mayoritas berpenduduk muslim yang mengijinkan pelacuran diawasi hukum. Wilayah merah terletak di Kota Jounieh. Puluhan bar dan hotel berjejer disana. Para pemburuh syahwat harus merogoh kocek Rp 900 ribu untuk bermain cinta selama tiga jam bersama pekerja seks komersial datang dari Ukraina, Rusia, Maroko, dan Republik Dominika.
Mereka juga diwajibkan membeli sampanye seharga Rp 700 ribu untuk diminum bersama perempuan pilihannya. Rata-rata datang ke area itu berusia 50-60 tahun beralasan jenuh pada kehidupan rumah tangganya.
5. Shahre, Iran
Prostitusi di negara Islam paling konservatif ini ternyata pernah sah di mata hukum. Berpusat di Ibu Kota Teheran, Iran, pelacuran berkembang pesat pada tahun 70-an. Wilayah merah itu dikenal dengan nama Shahre. Namun 1979 saat pecah revolusi Iran, kegiatan itu langsung ditiadakan, tempat mereka dirusak, dan dibangun sarana ibadah. Mau tak mau, para pekerja seks komersial menyebar di jalan, melakukan pelacuran ilegal.
Dalam menghadapi praktik ini, para pemimpin Negeri Mullah itu tidak memejamkan mata. Setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya Iran membuat program penanganan bagi pekerja seks komersial, dimulai dua bulan lalu. Pemerintah bakal menempatkan mereka di wilayah Jajrud, arah timur Teheran. Di sana mereka akan mendapatkan bimbingan spiritual dan moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar